Jika Pelaku Maksiat Diagungkan

 

Iman yang hambar..

Jika sudah kebanyakan makan cabai, kemudian makan makanan yang manis, pahit, dan asem, maka rasa makanan tersebut pasti akan berbaur dengan rasa pedas dan akhirnya hilang lebih dulu sebelum rasa pedas tersebut lenyap.
Begitu pula ketika seorang manusia lebih dekat dengan pelaku maksiat atau maksiat itu sendiri, maka akan sangat sulit baginya untuk menjauh dari kebiasaan tersebut, walaupun telah banyak nasehat dan nilai-nilai keimanan yang sampai kepadanya. Nilai-nilai positif tersebut hanya akan berlalu begitu saja, selama kemaksiatan masih akrab dengannya.

Dampak yang lebih buruk adalah hilangnya kenikmatan beribadah. Sekalipun yakin dengan imannya, namun itu tidak membuat ibadah akan terasa nikmat, karena yang lebih dekat dengan hati adalah kemaksiatan. Sedangkan tujuan beribadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahuwata'ala. Bagaikan minyak dan air, keduanya akan saling berlawanan.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya seorang mukmin jika berbuat dosa maka akan ada satu noda hitam di hatinya, jika ia bertaubat dan berlepas dari dosanya maka hatinya akan menjadi bersih, namun jika dosanya bertambah maka noda hitam tersebut akan semakin bertambah hingga menutupi hatinya, itulah noda yang disebutkan oleh Allah Azza Wajalla dalam al-Qur`an (artinya), "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya dosa yang mereka perbuat itu menutupi hati mereka."

Bahkan iman dijadikan alasan untuk dapat melakukan kemaksiatan, dengan dalih tidak akan lemah iman yang telah lama dimilikinya walaupun diisi oleh beberapa detik kemaksiatan. Nikmatnya iman akan kembali dirasakan jika kemaksiatan tersebut dijauhi, namun jika sebaliknya maka hambarlah keimanan karena berbaur dengar nikmatnya maksiat, dan akan semakin sulit menjauhinya.

Pintu gerbang kesyirikan


Menyepelekan maksiat dan memuja-muja pelaku maksiat adalah tanda rusaknya aqidah dan keimanan seseorang. Jika tidak disadarkan, ia bagaikan berjalan memasuki pintu gerbang kesyirikan yang penuh kegelapan dan sulit untuk keluar karena pudarnya cahaya keimanan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai, jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pun mengikuti mereka.” Kami bertanya, “ Wahai Rasulullah! Apakah yang Anda maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari Muslim).

Para pelaku maksiat akan saling mengelabui dengan membenarkan perbuatan mereka, dengan dalil hadits dan ayat Al Qur'an yang disalah artikan, menghina dan menghujat para ulama bahkan para sahabat dan keluarga Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam.

Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, sementara ia sendiri justru menempuh jalan sesat itu dengan sukarela?

Sebab Diturunkannya Musibah

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rûm: 41).

"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS. An-Nahl: 112).
  
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah bersabda, "Wahai, Kaum Muhajirin! Sesungguhnya ada lima perkara  yang aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak menemuinya.

(1) Tidaklah muncul perbuatan keji (zina) pada suatu kaum hingga mereka melakukannya secara terang-terangan, kecuali Allah akan menimpakan kepada mereka wabah dan pelbagai penyakit (thâ'ûn) yang belum pernah menimpa kepada orang-orang sebelum mereka.

(2) Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangannya, kecuali niscaya mereka akan ditimpa dengan tandusnya tanah, paceklik sepanjang tahun, serta berkuasanya penguasa-penguasa yang zhalim.

(3) Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya, kecuali Allah akan menimpakan kepada mereka bencana dengan tidak diturunkannya hujan dari atas langit kepada mereka. Dan kalaulah bukan karena binatang ternak, niscaya Allah akan menahan turunnya hujan selama-lamanya.

(4) Dan tidaklah suatu kaum mengingkari janji antara mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, melainkan Allah akan mendatangkan musuh-musuh yang bukan dari golongan mereka, lalu merampas sebagian harta yang ada di tangan mereka.

(5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka tidak berhukum dengan Kitabullah dan tidak memilih yang terbaik dari apa yang Allah turunkan kecuali Allah turunkan kepada mereka kesengsaraan (perpecahan) di antara mereka." (HR. Ibnu Majah, no. 4019, dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani).

Referensi :